Satu
Ramona-
“Jadi udah fiks naskah yg kemarin?” Christin menghampiri mejaku. Aku mengangguk. “Tiga naskah itu yg terbaik” jawabku
“Baguslah, km jadinya bisa fokus ke naskah2 misteri ini” Christin menunjukkan setumpk berkas di ats mejaku. Aku tersenyum padanya.
“Thanks! Semoga naskah2nya tak semurahan film horor” kataku.
“Semoga, sampai jumpa nanti, Mon” rekan kerjaku itu berlalu pergi
Aku menatap kepergian Christin sejenak lalu melirik tumpukan naskah misteri tadi. kuraih sbuah naskah secara acak. “Fear” judul yg bgus. Aku membaca sipnopsis yg diberikan sang penulis. Tentang perempuan paranoid. Menarik! Aku mulai membuka halaman pertama. 5 menit kemdian aku sdh tnggelam dlm naskah itu. Satu2ny syarat mutlak untuk menikmati pekerjaan sebagai editor adalah sgt suka membaca.
Ranit
Pemandangn plg anoying pagi hari ini adalh meihat si Ramona membaca naskah2 di mejanya. Gue benci sama perempuan kampungan itudan ketika lo membenci seseorang apapun kegiatannya pasti membuat lo muak. Lihatlah dia begitu menikmati membaca naskah2 sialan itu. Sbenarya gue bkan hnya benci Mona, gue benci smua hal yg ada di kntor ini. Jd editor itu membsankn kerjany hanya baca n gue ga ska baca. Seumur hidup gue pengen jadi model. Gue cantik dan sekdi tapi sepertinya gue ditakdirkan untuk jadi editor. Makanya gue benci Mona. Gue benci Mona karena dia begitu mencintai pekerjaan membosankan ini dan senyum di wajahnya itu membuat gue muak dan dengki. Suatu saat gue akn mlenyapkn senyumn itu dri wajahnya. Kalo dia tak ada rsany hdpp gue tenang. Tinggl atur sj kematianya sperti kecelakaan.
Joko: Ini doang, Bos?
gue: Ini doang pale lo peyangg nantikanbisa dikembangkann.. tetapi lo udah dapat karakter kedua tokoh kita kan?
Joko: udah sihh tapi masih absurd
Gue: dan itulah gunanya editan.. tenang aja masih ada bab selanjutnya..
Joko: jadi kapannih bab duanya
Gue : Entar malam kalau paket BB gue ada yah 🙂
Joko: yuu mariii
*bersambung